Dekranasda Provinsi Bali Melakukan Pendampingan Perajin di Kabupaten Karangasem

Ny Putri Suastini Koster (tengah) dalam Kunjungan Dekranasda Provinsi Bali ke Loka Madya Kabupaten Karangasem

Karangasem, Sesuai dengan visi dan misi Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua Dewan Kerajinan Daerah Provinsi Bali mempunyai tugas moril untuk mensukseskan program kerja Gubernur Bali, salah satunya dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur (Pergub) No 79 Tahun 2018 tentang penggunaan busana adat Bali sehingga mampu mengeliatkan perajin-perajin tenun di Bali.

Dekranasda bersama Dinas Perdagangan dan Perindusterian Provinsi Bali melakukan pendampingan perajin ke industri kerajinan menengah (IKM), mulai dari hulu sampai hilir. 

Rabu (19/06), Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster beserta Tim Dekranasda Provinsi Bali melakukan pendampingan perajin di Kabupaten Karangasem diterima oleh Ibu Ketua Dekranasda Kabupaten Karangasem, Ny. Sarini Artha Dipa beserta Tim Dekranasda Kabupaten Karangasem. Perajin yang dikunjungi yaitu Bali Arta Nadi dan Loka Madya.

Ny. Putri Suastini Koster beserta Tim Dekranasda Provinsi Bali dan Tim Dekranasda Kabupaten Karangasem mengunjungi kerajinan tenun milik I Wayan Suartana bernama Bali Arta Nadi, yang berdiri sejak tahun 2004 dengan 10 tenaga kerja, di Desa Telagatawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.

Hasil kerajinan Tenun Ikat Endek dan Songket warna alam asal Kabupaten Karangasem, pada tahun 2004 hanya dikenal oleh masyarakat Bali saja kini produknya sudah di kenal sampai ke mancanegara. Motif tenun yang menjadi ciri khas dari Desa Sidemen yaitu Cempaka, Celedan, Cepuk dan Nagasari. Selain dalam hal tampilan motif antara lain yang menjadi kekuatan dari tenun Desa Sidemen ini adalah cara pewarnaan yang merupakan bahan baku alami.

Selama di Bali Arta Nadi, Ny. Putri Suastini Koster memantau proses pembuatan kerajinan dan juga berbincang-bincang dengan perajin. “Kalau bisa bahan baku dari Bali agar konsumen dan produsen seimbang,” ujarnya.

Ada hal menarik saat kunjungan berlangsung, salah satu penenun ada yang berusia 12 tahun, ia belajar menenun sejak berusia 9 tahun dari sang ibu yang juga penenun di Bali Arta Nadi. Saat ini sedang musim libur sekolah maka ia berinisiatif membantu sang ibu menenun disana. “Kelas berapa sekarang? Wah sudah mahir sekali menenunnya,” puji Ny. Putri Suastini Koster.

Dalam kunjungannya, Ny. Putri Suastini Koster mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Bali mengusahakan untuk membeli kain langsung ke perajin. “Kita tidak bisa membendung kain dari luar karena terkait dengan teknik pengerjaannya tetapi kita jangan berpatokan karena itu, cari lain dengan mencari pasar yang tepat yaitu lewat pasar online,” ingatnya.

Ny. Putri Suastini Koster berpesan agar dibuatkan awig-awig di desa pakraman, jika ada upacara keagamaan seperti menikah dan potong gigi agar menggunakan Kain Tenun Bali yang diproduksi di desa tersebut, namun jika tidak ada produsen di desa tersebut maka dibolehkan mencari ke desa terdekat. Dikarenakan masyarakat harus mencintai dan menggunakan produk dari daerahnya sendiri.

Selain itu, Ny. Putri Suastini Koster bercerita, “saya ajak istri-istri menteri, beliau sama seperti dengan orang awam lainnya yang dilihat itu hanyalah covernya yang indah tetapi ia tidak berpikir bahwa harus ikut membantu melestarikan tetapi ketika sudah mengetahui maka mereka pasti bertanya seperti ini asli mana dan buatan mana. Sekarang yang bertanya seperti itu hanya kolektor karena mereka berburu masuk ke desa-desa dan jeleknya kolektor makin kaya tetapi perajin penghasilannya tetap sedikit. Itu lah tugas kita sebagai Dekranasda untuk membantu perajin,” sahutnya.

Usai meninjau industri kerajinan tenun, Ketua Dekranasda Provinsi Bali beserta Tim Dekranasda Provinsi Bali dan Tim Dekranasda Kabupaten Karangasem melanjutkan kunjungan ke kerajinan tenun bernama Loka Madya di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Loka Madya adalah salah satu perusahaan Tenun Ikat, Endek, Songket yang sudah terkenal di hampir seluruh wilayah Bali, bahkan Indonesia karena proses pengerjaan yang masih menggunakan alat-alat tradisional yang biasa disebut dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). 

Ny. Putri Suastini Koster beserta Tim Dekranasda Provinsi Bali dan Tim Dekranasda Kabupaten Karangasem mengunjungi kerajinan tenun milik I Gusti Ayu Oka Rukmini bernama Loka Madya, yang berdiri sejak tahun 1993 dengan 25 tenaga kerja.

Selama di Loka Madya, Ny. Putri Suastini Koster memantau proses pembuatan kerajinan dan juga berbincang-bincang dengan perajin tentang cara pembuatan dan bahan baku. “Salah satu tugas Dekranasda yaitu menyerap segala informasi, segala permasalahan ataupun aspirasi yang dihadipi oleh perajin-perajin kita. Dekranasda dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, pedagang, perajin adalah satu kesatuan untuk menjaga produk asli Bali. Yang diproduksi Loka Madya ini termasuk Tetamian Pelingsir karena turun temurun sudah ada.” Ujarnya.

Lanjutnya, “Kita mempunyai tugas membantu perajin, karena perajin tugasnya membuat kain dan hal-hal lain kita bantu seperti membuat story tellingnya, HAKI nya dan marketingnya. Semakin hidup industrinya maka akan menyerap tenaga kerja, dan anda selaku owner sudah bisa dikatakan sebagai pahlawan tenaga kerja karena sudah menyerap banyak tenaga kerja, mereka bekerja dan mereka mendapatkan penghasilan,” ucap Ny. Putri Suastini Koster.

Selain itu, Ny. Putri Suastini Koster juga membahas mengenai mencintai produk sendiri. “Krama bali agar mempunyai rasa gengsi kita menggunakan Songket Bordir, karena tugas kita untuk melestarikan warisan leluhur,” ujarnya.

Disela-sela melakukan pendampingan, Ny. Putri Suastini Koster bercerita, “Ketika saya datang ke acara adat, bahkan orang berada pun memilih memakai bordir. Hilang sudah gensinya sebagai Krama Bali. Saya selaku Ketua Derkanasda mungkin bisa menahannya dengan cara meningkatkan gengsi. Tetapi sebetulnya gengsi karena tidak memakai songket, bukan gengsi memakai kamen bordir. Saya berupaya menumbuhkan gengsi kita. Biar semiskin-miskinnya kita tetapi tetap memakai kamen songket,” ungkapnya.

Ny. Putri Suastini Koster menyampaikan kekhawatirannya mengenai masyarakat yang lebih menyukai menggunakan kamen bordir dibandingkan dengan songket. “Kekhawatiran saya, semua sudah pasti mengetahui mengenai songket motifnya dan bordir pengerjaannya. Itu nantinya akan menjadi pesaing. Karena semua dijadikan kamen kemudian motif songket diambil dan digunakan sebagai motif bordir yang harganya jauh lebih murah dan kelihatannya sama-sama indah. ketakutan saya, masyarakat akan lebih senang menggunakan yang tampak bagus dan murah. Alasannya kalau ada yang murah kenapa harus membeli yang mahal. Akhirnya saya berpikir, kalau ini dibiarkan tidak sampai 2 tahun kerajinan kain Songket dan Endek akan mati. Ini adalah tugas kita semua, karena tidak bisa melawan orang untuk berproduksi tetapi kita anjurkan motif songket itu. Kalau ingin membuat bordir, buatlah motif sendiri agar menjadi ke-khas-an tersendiri. Apapun yang terjadi kita semua tetap semangat untuk mempertahankan warisan leluhur,” ujarnya disela-sela berbincang dengan owner dari Loka Madya. Terakhir, Ny. Putri Suastini Koster serukan moto yang harus dipakai perajin yaitu “Cintai produk dalam negeri pakai produk dari daerah sendiri”