Usaha Tenun Putri Ayu, Kenalkan Seni Melukis di Atas Hamparan Benang

Jejak peradaban leluhur berupa kain tradisional Nusantara, hingga kini masih dapat ditemui dan tidak tergusur oleh arus modernisasi yang berkembang di mancanegara. Seperti yang dapat ditemui di wilayah Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali, yang berdiri ‘workshop’ kerajinan tenun ikat yang diberi nama ‘Putri Ayu’. Usaha tenun Putri Ayu didirikan oleh Ida Bagus B Adnyana sejak tahun 1991, yang bertempat di Jalan Lapangan Astina Jaya Blahbatuh, Gianyar. Pada awal berdiri, usaha ini hanya bermodalkan 5 buah alat tenun yang terbilang sederhana. “Padahal keluarga saya tidak ada yang lebih dulu menekuni usaha tenun. Justru orang tua dulu ada usaha penggilingan padi dan beternak. Lama-lama usaha penggilingan ini kok kurang ramai, saya kemudian tercetus untuk beralih ke tenun tradisional. Dari 1991 memulai dan syukur bisa berkembang hingga sekarang ini,” ujar Gus Adnyana, panggilan akrabnya. Menekuni usaha tenun, harus dilandasi dengan kecintaan dan perhatian terhadap perkembangan budaya di era terkini. Gus Adnyana selama ini tidak mau tutup mata terhadap trend yang berkembang, baik soal motif maupun teknologi yang digunakan untuk memproduksi tenun. Ketika usaha ini mulai berkembang pada tahun 1995, dengan peningkatan memiliki 30 alat tenun, Gus Adnyana mulai aktif berkiprah di berbagai kegiatan pameran. Teknik memproduksi tenun pun diinovasikan dengan mengaplikasikan seni lukis di atas bahan baku helaian benang serta menerapkan pewarnaan alam. Inovasi ini membuat Putri Ayu mulai dikenal luas. Beberapa piagam penghargaan diterima, baik dari Pemerintah Kabupaten Gianyar maupun Pemprov Bali. Penghargaan demi penghargaan yang diterima Putri Ayu, membuat usaha ini jadi populer di kalangan pelaku wisata, yang silih berganti membawa wisatawan domestik atau mancanegara untuk bertandang. “Banyak wisatawan yang bilang ingin beli kain tenun, sehingga kami pun membuat ruang pajang kain tenun. Semacam etalase produk dari Putri Ayu. Ternyata sambutan wisatawan atau pihak ‘buyer’ cukup bagus, karena ada contoh jika ingin membeli produk tenun, ya di sini. Untuk harga tergolong variatif. Sesuai kualitas memang. Contohnya kain kemit harganya Rp 2 juta,” kata Gus Adnyana, seraya meyebutkan bahwa motif yang dibuatnya sebagian besar mempertahankan corak tradisi yang berlaku sejak zaman dulu, agar tidak punah. Meski demikian, ada pula motif kontemporer yang diciptakan berdasar permintaan konsumen. Hingga menginjak tahun 2020, sudah ada ribuan motif yang telah diciptakan Gus Adnyana, dan ratarata berhasil memikat penyuka kain tradisional. Kerja keras Gus Adnyana dalam menciptakan kualitas tenun ini membuatnya diajak bekerja sama oleh pihak pelaku usaha dari Jepang. Silih berganti apresiasi dan kunjungan untuk usaha tenun ini, membuat Gus Adnyana kian terlecut semangatnya untuk berkreasi. Akhirnya pada tahun 2005, ia mulai mengoperasikan alat tenun mesin (ATM) serta pengembangan desain dengan sistem dobby. Berlanjut dua tahun berselang, Gus Adnyana meluncurkan produk baru tenun ikat songket dengan menggunakan sistem kartu. Keunggulan sistem kartu ini, membuat sehelai kain songket bisa diselesaikan sehari tanpa sambungan. Penemuan ini jelas menjadi titik terang bagi usaha tenun, karena selama ini menenun songket bisa menghabiskan waktu minimal 30 hari untuk menghasilkan selembar kain. “Mengingat persaingan di pasar global cukup kompetitif, maka kita perlu menguasai teknologi supaya tidak tertinggal. Namun yang jelas, esensi dari proses penciptaan kain tenun tetap terjaga sebagai ajang menjaga warisan budaya,” ujarnya. Gus Adnyana berharap usaha ini bisa tetap eksis sampai kapanpun. Ia merasa prihatin karena belakangan nyaris tidak ada generasi muda yang tertarik untuk bekerja atau berkiprah di usaha tenun. “Di tengah kesulitan mendapatkan SDM untuk regenerasi, kami juga mohon dukungan pemerintah supaya kelangsungan usaha ini bisa berlanjut. Misalnya, dengan kebijakan pemakaian seragam kain endek untuk siswa sekolah agar tetap diterapkan. Sehingga permintaan kain tenun ini tidak terputus karena ada kontinyuitas pesanan, antara lain dari sekolah dan instansi pemerintah,” katanya, berharap. (VI)