Bergandeng Tangan Endek dan Dior

Endek sedang naik daun. Kain khas Bali ini belakangan menjadi buah bibir semenjak rumah mode Dior menggandengnya ke dunia fashion internasional. Dapatkah pengerajin kain endek Bali mengimbangi permintaan pasar internasional di kemudian hari?

BAGI orang Bali, endek adalah kain yang menjadi bagian dari hidup mereka. Tak ada hal asing dari endek untuk masyarakat Bali. Namun nun, di Paris sana, ketika sebuah peristiwa bernama Paris Fashion Week, hajatan pagelaran busana kelas dunia, digelar pada September 2020 lalu di Paris, masyarakat Bali dan media di Bali heboh. Pasalnya, endek menjadi bagian dari pergelaran busana kelas dunia. Dan yang memakai endek sebagi bagian dari rancangan adibusananya ialah rumah mode Dior. Siapakah Dior, atau lengkapnya, Christian Dior?

Sejumlah sumber menyebutkan, Christian Dior adalah salah satu legenda perancang busana kelas dunia. Rancangnya terbilang kelas adibusana (haute couture). Paris, tempat di mana ia lahir, disebutkan sebagai pusat mode dunia selain Milan, New York dan London. Dalam lalu lintas perhelatan mode dunia ini, nama Dior sangat menggetarkan di kalangan pecinta adibusana. Harum nama Dior disertai juga dengan kesuksesannya yang lain, misalnya di mana ia memiliki sejumlah rumah mode di berbagai belahan dunia. Dior kini bukan lagi sekadar sebuah nama, namun juga telah menjadi nama merek yang bergengsi.

Di masyarakat kelas menengah ke atas, nama Dior adalah sebuah gengsi, pergaulan kelas atas, pakaian dengan kelas adibusana yang harganya pastilah sangat mahal. Segala ikhwal yang menjadi bagian dari yang diperlukan Dior diseleksi dengan sangat ketat. Harap maklum, cita rasa Dior di masa- masa hidupnya adalah sangat tinggi. Ini masuk akal karena ia penyuka seni. Ketika orangtuanya menghendaki Dior menjadi diplomat, ia malah mengutarakan keinginannya untuk menjadi seniman. Di awal kariernya menuju sebagai perancang, , Dior memulainya dengan membuka galeri seni. Ia menjual lukisan terutama karya-karya Pablo Picasso dan Max Jacob. Dior adalah legenda dunia dalam perihal adibusana. Namun belakangan rumah modenya justru tertarik dengan endek, kain khas Bali. Inilah mengapa ketika endek dilirik rumah mode Dior, sejumlah pembuat endek tradisional menyambut gembira. Juga tak bisa dilupakan peran Dekranasda Bali dan Pemprov Bali dalam mengedepankan kain-kain tradisional Bali warisan leluhur dalam berbagai kesempatan. Puncak dari akumulasi segala kain tradisional Bali bermuara pada event Bali Bangkit yang selain mengedepankan kain-kain Bali, juga produk unggulan Bali lainnya.

Jika tarian-tarian dan gamelan tradisional Bali telah lama mendunia, kini menyusul kain-kain Bali yang dimotori oleh endek. Dior adalah sebuah permulaan yang sangat penting bagi mencuatnya endek ke pergaulan internasional. Karena dunia tahu siapa Dior. Ketika rumah mode ini akhirnya menggandeng endek sebagai bagian dari rancangan houte couture-nya, endek sesungguhnya memulai masa depan gemilangnya di pergaulan dunia. Dan permulaan itu terjadilah pada saat sebagaimana telah disebutkan di awal tulisan ini; endek di forum Paris Fashion Week!

Jauh ke belakang, banyak para perancang nasional di tahun 80-an, 90-an pergi ke Bali untuk berburu baha-bahan rancangannya. Nama- nama perancang nasional seperti Itang Yunasz, Poppy Darsono, Gea Sukarya dan beberapa yang lain, sering ke Bali untuk mencari pernak- pernik dan kain Bali untuk menjadi bagian dari rancangan busananya. Kain poleng (hitam putih kotak-kotak) yang semasa itu hanya menjadi bagian dari busana adat Bali, sempat pula menjadi bagian dari kreasi beberapa perancang nasional dan hasilnya sungguh menakjubkan dan cenderung mistis. Kini meski terlambat, rumah mode Dior akhirnya ‘menemukan’ endek, salah satu cipta karya budaya Bali, menjadi bagian dari rancangan adibusananya.

Dior Makin Serius

Entah apa pesona endek yang dilihat rumah mode Dior, namun pihak Dior nampaknya makin serius menjalin kerja sama tentang penggunaan endek dalam rancangan adibusananya. Ini membuktikan betapa kuatnya pesona endek bagi Dior. Barangkali suatu hari nanti, kain-kain khas Bali yang lain seperti kain poleng, songket, akan dilirik oleh Dior. Siapa tahu! Yang pasti kini endek telah menjadi ‘garda depan’ untuk melanglang dalam lalu- lintas pergaulan busana internasional.

Keseriusan Dior menjalin kerja sama pemanfaatan endek telah mulai dijajal dengan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) antara Pemprov. Bali yang diwakili Gubernur Wayan Koster dan pihak rumah mode Dior diwakili Marie Champei. Dalam siaran persnya, Gubernur Wayan Koster menegaskan bahwa beberapa persyaratan harus dipenuhi terkait penggunaan kain endek dan motif endek Bali. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah: Pemerintahan Provinsi Bali harus mendapatkan informasi secara akurat, transparan dan akuntabel dalam pemenuhan kain endek Bali.

Persyaratan lain adalah kain endek yang diproduksi oleh pengerajin Bali adalah maksimal 105 cm. juga untuk warna dan motif yang dihasilkan tidak mutlak sama antara antara produksi yang dihasilkan oleh para pengerajin. Selain itu, dalam kesepakatan diungkapkan pula bahwa kerja sama itu termasuk juga pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah di Bali yang memproduksi tenun ikat endek dan sejumlah bidang lain berdasarkan kepentingan bersama.

Rumah Mode Dior, dalam sejumlah kesempatan, mengungkapkan kekagumannya pada kain endek yang dikerjakan dengan hand made dan telaten oleh pengerajin Bali. “Rumah mode Dior sangat mengedepankan keunggulan dan sangat senang mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan para perajin Bali yang berdedikasi untuk melestarikan endek,” ujar pihak Dior (fimela.com, “Dior Resmi Kerja Sama dengan Pihak UMKM Perajin Tenun Endek Bali).

Terbangunnya kesepakatan kerja sama antara Dior—melalui rumah modenya—dengan UMKM kain endek Bali adalah totalitas keseriusan Dior menggandeng para pelaku/penenun kain endek di Bali. Karena mereka terlatih professional, maka para perajin kain endek Bali juga harus sanggup mengimbangi etos kerja profesional mereka. Mereka yang dari rumah mode Dior terbiasa bekerja cepat, cermat, terukur, disiplin dan tepat waktu, maka ini juga harus menjadi catatan penting bagi para perajin kain endek Bali untuk mengimbangi profesionalitas mereka. Namun salah satu persyaratan yang dibangun Gubernur Bali dalam kerja sama itu, di antaranya, memuat ‘permakluman’ agar mereka bisa menerima perajin kain endek Bali tentang kekurangan dan kelebihan mereka.

Perjanjian kesepakatan itu sesungguhnya banyak menguntungkan Bali, istimewa para pelaku UMKM Bali. Karena selain mereka akan mempromosikan kain endek Bali, mereka juga bersedia membimbing dan memberi pelatihan yang bermanfaat bagi para pelaku UMKM dengan produk selain kain. misalnya mungkin dalam kesepakatan berikutnya bisa didetailkan lagi seperti apa bentuk pembimbingan dan pelatihan bagi para pelaku UMKM Bali. Namun yang utama tentu saja adalah bagaimana nanti rumah mode Dior membuka jalan ke dunia global bagi produk-produk unggulan UMKM Bali.

Salah satu yang mesti dipikirkan bagi para perajin kain endek Bali adalah jumlah produksi yang harus mereka penuhi. Belum ada detail pasti mengenai jumlah permintaan dari Dior. Juga seperti apa mekasnismenya. Mungkin saja mereka akan meminta dalam jumlah besar, dan jika hal ini terjadi, maka yang harus diantisiapsi mulai sekarang ialah kemampuan para perajin meningkatkan produksi endek yang dibuat secara hand made itu.

Selain itu, juga harus diantisipasi permintaan di Bali sendiri. Belakangan ada imbauan dari Pemprov. Bali untuk menggunakan pakaian berbahan endek setiap hari Selasa dimulai pada 23 Februari 2021. Meski himbauan ini terutama ditujukan kepada para PNS/ ASN, namun bukan tak mungkin instansi swasta, BUMN, Yayasan akan mengikuti anjuran tersebut. Dengan begitu, kebutuhan kain endek di Bali juga bukan kecil jumlahnya.

Estetik Endek

Mengapa rumah mode Dior begitu kepincut dengan endek? Pertanyaan ini telah menemukan jawabannya dalam salah satu ungkapan mereka sebagaimana telah ditulis di atas, yakni kekaguman mereka kepada spirit pengabdian masyarakat Bali kepada endek. Selain itu, mereka juga mengungkapkan nilai estetik yang dikandung kain tersebut. Benar. Endek bukan sekadar kain. Endek ialah sebuah sejarah panjang dari pergumulan budaya orang Bali. Mereka membuat kain, pada awalnya, sungguh-sungguh adalah sebentuk pengabdian kepada cita rasa yang berdimensi multinilai, totalitas pengbadian dan sekaligus kreativitas yang muncul dari kedalaman jiwa kreatif. Inilah sebabnya mengapa Ketua Dekranasda Bali mengatakan karya-karya orang Bali di masa lampau sangat berkualitas, dibuat terbatas dan sanggup diwariskan turun-temurun.

Salah satu yang dimaksud adalah endek, selain juga beberapa kain asli Bali seperti songket, kain geringsing, kain poleng dan beberapa yang lain. Kain- kain itu menjadi bertaksu karena mereka merangkum perjalanan sejarah dan nilai yang berakar dari jiwa pengabdian ketika mereka berkreativitas di tengah kesibukan mereka sebagai orang-orang yang berbudaya agraris.

Begitu pun endek. Kain ini memiliki sejarah perjalanan yang panjang sebagai bentuk kreatinitas budaya. Menurut sejumlah sumber, endek telah ada sejak kurun Kerajaan Dalem Waturenggong di Gelgel, Klungkung. Dari sinilah kemudian keterampilan membuat endek diwariskan dari zaman ke zaman hingga saat ini. Endek berkembang baik di Klungkung dan sejumlah Kawasan di Bali seperti Gianyar, Klungkung, Buleleng, Jembrana dan beberapa Kawasan lain di Blai.

Dari bentuknya, endek kaya akan motif. Motif-motif inilah menuntuk penggunanya ke arah mana endek dikenakan. Ada motif-motif yang merujuk pengenaannya untuk acara- acara keagamaan, ada untuk acara- acara tertentu, juga bisa dipakai sebagai pakaian kerja kantoran. Keindahan bentuk kain endek dan ketahanannya juga menyebabkan sejumlah orang mengoleksi kain endek sebagai benda koleksi bernilai tinggi.

Endek menjadi bernilai dan layak dikoleksi karena keindahan endek itu sendiri. Kesanggupan orang Bali yang memiliki cita rasa seni terimplementasi juga ke dalam motif endek. Itulah mengapa endek disebutkan sebagai hasil dari ‘seni rupa terapan’ dari orang Bali yang memang terbukti memiliki kemampuan seni rupa (seni lukis, seni patung, relief). Dan keindahan ini pula yang membuat orang-orang dari rumah mode Dior menjadi kagum dan menawarkan kerja sama untuk lebih membawa endek ke dunia pergaulan busana global.

Meski endek kini menjadi kain yang ‘cair’, gampang didapat dan banyak digunakan oleh masyarakat Bali, namun tak dapat disangkal bahwa endek di tangan orang-orang kreatif, seperti para perancang busana nasional maupun internasional, para perajin barang sehari-hari seperti tas, kipas, dan benda- benda souvenir lainnya, endek tetap mempunyai nilai keindahan, ketahanan dan keluhuran yang tak pernah luntur.

“Penggunaan kain endek Bali untuk koleksi Spring/Summer 2021 oleh Christian Dior merupakan pengakuan yang tinggi terhadap keindahan dan kualitas kain terhadap kain endek Bali dan berkontribusi positif terhadap dunia fashin internasional,” ungkap Duta Besar RI untuk Prasncis, Armanatha Christiawan Nasir dalam siaran persnya sebagaimana dilansir Kumparan (4 Oktober 2020). Armanatha mengharapkan semoga peristiwa tersebut menjadi penyemangat bagi masyarakat Bali di tengah tantangan Covid-19.

Kendala Endek

Ketika endek menjadi primadona, bukan mustahil kain itu akan menjadi ‘bahan empuk’ untuk dibisniskan oleh pihak-pihak lain. Karena bukan tak mungkin permintaan endek menjadi sangat tinggi, baik di Bali, di tingkat nasional muapun luar negeri. Ini menjadi sebagian besar kecemasan Ketua Dekranasda Bali, Ny. Putri Koster. Hal ini lebih banyak diungkapkan oleh beliau dalam acara talk show Apa Kabar UMKM Bali (Aku Bali) dengan tema “Menggaungkan Produk IKM di Masa Pandemi” di TVRI Bali, Kamis, 18 Februari 2021.

Ny. Putri Koster mengungkapkan, sebuah fakta bahwa endek itu adalah hasil cipta karya leluhur orang Bali dan karena itu endek harus dilestarikan. Kain ini luar biasa unik, baik dari segi motif, warna serta mutunya. Namun perkembangan zaman mengubah segalanya. Tak bisa dipungkiri endek mengalami degradasi dan menghadapi berbagai permasalahan. Masalah itu misalnya, sulitnya mencari bahan baku (benang), pemasaran yang kurang maksimal. “Hadirnya produksi massal dikerjakan mesin adalah juga kendala yang tak kecil artinya bagi perajin tradisional kita,” ungkap Ny. Putri Koster.

Pembuatan endek massal di pabrik- pabrik dengan memanfaatkan kekuatan mesin adalah ancaman juga bagi perajin tradisional endek Bali. Hal ini bisa menyebabkanhargaendekjatuh,kualitas kain juga belum tentu bisa dijamin. Karena itulah, jika endek akhirnya mencuat sebagai produk maskot Bali di pergaulan tata busana internasional, maka endek menjadi incaran paling diburu untuk memenuhi pasar internasional.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. ‘Perangai pasar’ memang begitu. Suatu produk yang mendapat tempat di hati masyarakat akan ‘mengekor’ untuk memproduksi produk yana sama dengan kualitas yang belum tentu sama. “Hal ini tak boleh terjadi karena jelas-jelas akan merugikan perajin endek tradisional,” tegas Ny. Putri Koster. Karena itu beliau menyarankan agar ada upaya baik dari pemerintah, stake holder terkait untuk menjaga kelestarian endek. Apalagi kain endek telah ditetapkan sebagai kekayaan intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional dari Kementerian Hukum dan HAM RI.

Dengan dikeluarkannya Surat Edaran No. 4 tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali, di mana kebijakan ini merupakan bentuk keberpihakan pada produksi budaya lokal dari Industri Kecil Menengah (IKM) dan UMKM masyarakat Bali. “Sekaranglah saatnya kita mengambil tanggung jawab bersama. Kita sokong perajin tenun Bali, kita pakai produknya, inilah bentuk kita melestarikan warisan nenek moyang kita,” ajak Ny. Putri Koster.

Endek adalah kreasi budaya orang Bali. Kain ini telah dirintis lama oleh leluhur. Hingga kini endek tetap eksis. Itu artinya kain ini sanggup diwariskan turun-temurun. Namun ketika endek mulai naik daun dalam tataran pergaulan busana internasional, kendala baru pasti akan muncul. Benar kata Ny. Putri Koster, tanggung jawab kelestarian endek berada di tangan orang Bali. Karena endek adalah warisan leluhur oeang Bali. Sudah sepantasnyalah orang Bali melindungi warisan leluhurnya.

KINI endek mulai melenggang ke dunia. Jalan lapang telah dibukakan oleh Dior. Mereka bergandeng tangan bekerja sama saling menguntungkan; endek makin berkibar dan Dior mendapat bahan indah, kuat dan bertahan lama untuk menjadi bagian dari koleksi adibusananya. Di tengah kepungan wabah, Bali masih tetap bisa menggeliat. Bali harus bangkit dan menyadari betapa mereka sesungguhnya memiliki potensi hebat dalam menghadapi masa-masa sulit seperti sekarang ini.