Amankan Pesisir Bali, Jangan Sembarangan Keluarkan Rekomendasi

Pertanyaan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ni Luh Made Wiratmi soal rencana pengerukan pasir laut seluas 400 hektar memantik reaksi anggota DPRD Bali. Wiratmi (BP, 12/1) mengakui bahwa dalam dokumen RZWP3K, ada rencana  pertembangan pasir laut. Luasnya 400 hektar. Lokasinya dari Canggu (Badung) sampai Kediri (Tabanan). Adapun jaraknya 4 mil dari bibir pantai. Lalu apa komentar wakil rakyat terkait rencana itu?

Ketua Komisi I DPRD Bali I Ketut Tama Tenaya mengingatkan eksekutif agar tidak sembarangan mengeluarkan izin ataupun memberikan rekomendasi pemanfaatan pesisir. Utamanya lagi untuk kegiatan tambang pasir laut. Sebab, pasir yang dikeruk dengan kedalaman tertentu bisa berbahaya bagi lingkungan. “Jangan asal memberi rekomendasi, agar diperketat dan tidak gegabah. Harus ada kajian matang dan dampaknya juga dipikirkan. Itu saja kita ingatkan,” ujar politisi PDI-P ini.

Ia juga menambahkan, tambang pasir untuk keperluan perluasan Bandara Ngurah Rai memang penting. tetapi, keamanan lingkungan tetap harus diperhatikan. Sebab, dikhawatirkan pengerukan pasir yang dilakukan terus-menerus akan menimbulkan abrasi dan dampak negatif lainnya. “Cukup berbahaya pasir dikeruk terus. Tergerus nanti pantainya, sehingga abrasi akan tambah hebat,” pungkas ketua komisi yang salah satunya membidangi perizinan ini. 

Lain dengan Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nengah Tamba. Ia mendorong agar dokumen RZWP3K segera diajukan menjadi ranperda. Dengan demikian, akan ada pengaturan zonasi laut sehingga jelas mana zona pemanfaatan, mana zona konservasi, dan mana yang tergolong kawasan suci. Lebih dari itu, Pemprov Bali juga dapat menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari 0-12 mil laut yang menjadi kewenangannya. “Kalau Perda RZWP3K sudah digarap, nanti kita tahu zonasi di situ peruntukannya apa. Kalau sekarang belum bisa kita jawab karena itu kan membutuhkan kajian. Perda yang akan menjawab,” ujar Nengah Tamba, Minggu (13/1) kemarin.

Menurut Tamba, aktivitas pertambangan pasir laut sudah pasti akan memengaruhi lingkungan sekitarnya. Namun perlu diperhatikan juga mengenai kawasan strategis nasional, karena itu akan berurusan dengan pemerintah pusat. “Kalau berada di 0-12 mil laut, memang harus kita yang berargumen. Tapi kalau di luar 12 mil, itu kan bukan kewenangan kita lagi. Kita bisa saja mematahkan, sekalipun dapat izin tapi untuk pemanfaatan belum tentu,” jelas politisi Demokrat ini. 

Terlepas dari hal itu, Tamba menyebut Perda RZWP3K dapat menjadi payung hukum untuk mencari potensi-potensi dalam menambah pundi-pundi PAD. Di Tanjung Benoa saja misalnya, ada begitu banyak kegiatan watersport pada kawasan 0-12 mil yang bisa menyumbang untuk PAD Provinsi Bali. Setiap perusahaan ataupun pribadi yang memanfaatkan daerah pesisir (0-12 mil) dan memiliki izin lokasi, dapat dikenai kontribusi untuk PAD. Itu sebabnya, Perda RZWP3K mesti berjalan tegak lurus dengan Perda RTRWP Bali. Begitu Perda RTRWP selesai direvisi, agar dilanjutkan dengan pembahasan Ranperda RZWP3K.

“Jadi, ini sangat penting karena potensinya sangat besar sekali. Saya melihat di Lombok, ini (RZWP3K) sudah menghasilkan uang. Cuma dia membuat sebelum UU 23 Tahun 2014 terbit, sekarang masih ada revisi di Lombok,” tandasnya. 

Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ni Luh Made Wiratmi mengakui bahwa dalam dokumen RZWP3K, ada rencana pertambangan pasir laut. Luasnya 400 hektar. Lokasi dari Canggu (Badung) sampai Kediri (Tabanan). Adapun jaraknya 4 mil dari bibir pantai. Itu baru rencana, belum menjadi perda. “Itu baru rencana, belum menjadi perda. Kan ini akan dibahas kembali. Kalau memang mendapat persetujuan, setelah perda baru kita mengeluarkan rekomendasi perizinan. Sementara ini belum ada yang kita rekomendasikan,” tandasnya. 

Sumber: Bali Post, Senin 14/01/2019, Hal 1.

Tinggalkan Balasan